Selamat Datang di Blog Wartawan Pengadilan -- Menyajikan Informasi Hukum, Kriminal, Nasional secara Online -- Email: wartawanpengadilan@yahoo.com

LBH PERS


Pers Indonesia Masih Rawan Ancaman Kekerasan
Rabu, 30 Desember 2009 | 13:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pers Indonesia masih rentan akan ancaman kekerasan, demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers Hendrayana pada catatan akhir tahun 2009 LBH Pers di Jakarta, Rabu (30/12/2009).

Dalam temuan LBH Pers, kekerasan fisik yang menimpa wartawan semakin memprihatinkan. Temuan LBH Pers berdasarkan monitoring yang diambil dari sampling 18 media online nasional dan 5 media cetak nasional menunjukkan, kebebasan pers di Indonesia semakin mendapat ancaman serius.

Menurut LBH Pers, selama tahun 2009, kasus yang berkaitan dengan pers mengalami kenaikan signifikan dari tahun sebelumnya. Pada 2008, bentuk kekerasan fisik terhadap jurnalis sebanyak 10 kasus dan nonfisik sebanyak 7 kasus. Sementara pada 2009, bentuk kekerasan fisik yang menimpa jurnalis sebanyak 33 kasus dan nonfisik sebanyak 38 kasus.

"Kasus-kasus pers dalam bentuk kekerasan, gugatan, dan pemidanaan masih kerap terjadi, bahkan menunjukkan peningkatan, terutama dalam bentuk kekerasan fisik dan nonfisik. Peran lembaga-lembaga profesi jurnalis Dewan Pers termasuk lembaga bantuan hukum telah berusaha secara optimal, namun tetap kewalahan menghadapi berbagai kasus-kasus yang terjadi," ucap Hendrayana.

Selama 2009, jumlah kasus kekerasan fisik tercatat sebanyak 33 kasus. Kekerasan fisik ini bersifat penganiayaan, dalam bentuk pemukulan, pelemparan, atau pengeroyokan maupun pembunuhan.

"Contohnya kasus pembunuhan wartawan harian Radar Bali, Anak Agung Gede Prabangsa yang dibunuh karena pemberitaannya terkait dengan dugaan penyimpangan dalam proyek di Dinas Pendidikan Bangli," ucap Hendrayana.

Frekuensi kekerasan fisik yang dialami pers berkaitan atau bersentuhan langsung dengan pemberitaan ataupun siaran peliputan yang dibuat oleh wartawan. Berikut data yang diberikan oleh LBH Pers: kekerasan fisik yang dilakukan TNI 3 kasus, polisi 1 kasus, massa 10 kasus, aparat pemerintah 1 kasus, anggota parlemen 1 kasus, partai politik 3 kasus, preman 2 kasus, LSM/ormas 1 kasus, aparat keamanan 7 kasus, mahasiswa 1 kasus, penasihat hukum 1 kasus, dan pengusaha 1 kasus.

Data ini menunjukkan, masyarakat dan polisi merupakan pelaku dominan kekerasan pers selama tahun 2009. Sementara TNI, aparat pemerintah, anggota parlemen, mahasiswa, dan tak dikenal/preman menjadi pihak yang turut mengancam kebebasan pers.

Tingginya angka kekerasan fisik yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat belum memahami tugas dan fungsi pers sebagaimana diatur Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999.

Untuk kekerasan nonfisik selama tahun 2009, LBH Pers mencatat ada sebanyak 38 kasus. Kekerasan nonfisik ini kerap terjadi di lapangan dalam bentuk larangan peliputan, penghapusan hasil rekaman berita, dan ancaman atau teror yang ditujukan kepada direktur perusahaan media maupun wartawan yang bersangkutan.

Di samping itu, kekerasan nonfisik yang paling mengancam kebebasan pers adalah pelaporan secara hukum melalui pemberitaan atau peliputan yang dianggap sebagai upaya pencemaran nama baik atau upaya yang mengarah pada perbuatan tidak menyenangkan.

Hendrayana menjelaskan, untuk menekan angka kekerasan fisik dan nonfisik terhadap para jurnalis, LBH Pers pada tahun 2010 akan melakukan penyadaran hukum kepada masyarakat. "Kami akan mengadakan workshop untuk mahasiswa, masyarakat umum agar mereka nantinya akan melek hukum dan melek pers," ucap Hendrayana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LENSA Pengadilan

Video Gallery


ShoutMix chat widget